Perpustakaan aneh
Kehidupan baruku di
antah berantah cukup mengasikkan, meski penuh keanehan yang aku sendiri
bahkan sulit untuk mengerti. Tapi aku senang ayah dapat pekerjaan, itu
masih seperti sebuah keajaiban. Meski sebenarnya ia sudah mengintai
tempat ini, sejak ia masih memiliki bisnis besar.
Hari ini.. Ayah
mengantar Lily les piano, dan mum mengantarku ke kelompok membaca di
perpustakaan yang bernama sedikit aneh —Permanent Vacation. Bukan hanya
itu, perpustakaan tersebut memang benar-benar besar, malahan bertingkat.
Tentu saja halamannya luas, penuh dengan pepohonan. Bahkan beberapa
kursi dibiarkan di bawah pohon.
Beberapa remaja seusiaku
tengah asik mengobrol dengan buku-buku yang dipangku. Beberapa
diantaranya mencabuti rumput, sembari membiarkan buku tebalnya
tergeletak diatas rerumputan. Mereka seharusnya membaca. Tapi seakan
buku yang mereka bawa hanyalah perantara untuk mendapatkan apa yang
mereka lakukan sekarang.
Kebanyakan remaja tak
menyukai membaca. Termasuk diriku. Bahkan aku dilahirkan dikeluarga yang
menyukai membaca. Dan mum adalah seorang penulis. Seharunya aku seorang
kutu buku. Tapi malah kebalikannya. Jadi apa yang salah dengan
berjalannya dunia ini? Kenapa kebanyakan dari kita menjauhi hal baik
untuk hal yang terkadang tak berguna?
Ada dua pintu masuk di
perpustakaan permanent vacation. Sebelah kanan; Pintu masuk ke
perpustakaan, dengan selembar kertas yang menempel dipintu kacanya yang
bertuliskan Buka. Sedangkan sebelah kiri; pintu masuk ke Kelompok
Pembaca dengan kertas yang sama dan bertuliskan 'KELOMPOK PEMBACA'
Ku pikir Mum akan
menemaniku masuk kesana. Tapi aku salah, Ia sudah menganggapku cukup
besar. Tentu saja.. umurku sudah 14 tahun. Aku murid anak kelas 3 SMP.
Siapa yang akan menganggapku anak bayi?!
Mum seakan amnesia
sebagai seorang ibu ketika melihat banyak buku. Ia menghabiskan begitu
banyak waktunya berlalu dengan buku-bukunya. Ia menyukai membaca, dan
hal itu membuatnya terlihat seperti wanita tercerdas didunia. Meski
kecerdasan tersebut terkadang kurang ia manfaatkan ketika menyibukkan
diri dengan membaca. Bahkan ia sering bolak balik ke perpustakaan. Hal
itu membuatku bermimpi ingin membangunkan perpustakaan sendiri untuknya,
jadi ia tak perlu susah-susah lagi bolak-balik ke perpustakaan. Lalu
terlambat menjemputku, lupa memasaka atau sebagainya.
Dengan penuh kegugupan
aku mendorong pintu kaca. Hanya beberapa detik aku dihadapkan oleh
sebuah meja panjang yang berisi komputer, print, dan berbagai buku-buku
yang bertumpuk. Lalu aku mendaftarkan diriku dengan kartu pelajar yang
baru ku dapatkan dari sekolah. Setelah itu aku di foto untuk kelengkapan
kartu identitas kelompok pembaca. Hanya beberapa detik.. Kartuku
selesai. Lalu Aku diantarkan melewati rak buku tinggi yang juga
berfungsi sebagai dinding pemisah dengan ruang dibelakangnya.
Menginjakkan kakiku ke
rungan baru, aku dibuat terkesan-kesan oleh desain ruangan yang
minimalis. Beberapa sofa berjejer didinding dengan warna putih bersih
yang dipadukan oleh bantal berwarna kontras. Sedangkan ujungnya,
terdapat meja panjang, dengan kursi-kursi kayu yang sudah diduduki.
Jumlahnya tak dapat dihitung dengan cepat, terlalu banyak manusia yang
memenuhi tempat itu. Hingga tiba-tiba mereka menengok ke arahku ketika
seseorang yang mengantarku mendekati seorang wanita yang bertubuh
mungil, dengan rambut hitam panjang.
" Kita ucapan selamat
datang untuk gadis cantik yang baru bergabung dengan kelompok kita."
Kata wanita bertubuh mungil tersebut. Lalu ia menoleh ke arahku." Saya..
Amira. Pengarah kelompok pembaca sore." Katanya.
" pengarah kelompok pembaca sore?" ulangku. " memangnya ada berapa kelompok?"
" hanya ada dua. Pagi
dan sore. Khusus untuk pagi hari, hanya diisi oleh orang dewasa."
Jawabnya yang kemudian memintaku duduk ke kursi kosong yang berada
diujung utara, didekat pintu kaca yang memeprlihatkan perkarangan
belakang.
" Kelompok pembaca
sebenarnya ditujukan untuk sebuah pembelajaran.. Kita akan membahas
setiap kalimat disebuah buku, lalu saling mengungkapkan pendapat."
Matanya tertuju padaku, seakan ingin menggaris bawahi bahwa kalimat itu
untukku. " Dan itu akan sangat menyenangkan." Lanjutnya dengan ceria.
" ya.. sangat
menyenangkan." Ujarku terpaksa, sembari memalingkan pandanganku. " untuk
dirimu." gumamku dengan suara nyaris seperti bisikan. Lalu ia kembali
berbicara dengan kalimat-kalimat membosankan yang mulai memudar dari
telingaku. Dalam hatiku aku terus bertanya kapan ini berakhir?kapan?
bagaimana bisa tidak ada satu manusiapun dibumi ini yang tahu kalau
setiap detiknya berjalan menyebalkan.
Iseng-iseng ku pandangi
sekelilingku sekilas-sekilas, paling lama ketika memandang tangga
didepan rak buku tinggi tadi. Aku nyaris tak menyadari keberadaannya. Ku
pikir seluruh ruangan yang ada diatas digunakan untuk menyimpan buku
seutuhnya. Tapi nyatanya ruangan inipun memiliki penghubung untuk ke
lantai atas. Sedangkan disampingnya, terdapat pintu bening yang
memperlihatkan keadaan perpustakaan.
Mendadak ceramah Amirapun berakhir.
" Kebetulan.. kita akan
membahas buku baru." Kata Amira sembari membagikan sebuah cerpen yang
berjudul 'Percaya pada kebaikan' Amira bilang isinya tentang
cerita-cerita menyentuh dari kebaikan. Tapi aku tak tertarik membaca
isinya. Namun aku tetap membuka buku itu dengan alasan; hal ini bisa
membuat orangtuaku bahagia. Hanya itu.
" Seperti biasa.. kalian
diberi waktu setengah jam. Sisanya akan kita gunakan untuk berdiskusi."
Amira memerintah. Tiba-tiba semua orang berpencar tak jelas. Bahkan
pergi entah kemana. Aku hanya bisa memandangi langkah mereka dengan
bingung.
" Kau bisa mencari
tempat yang kau sukai untuk membaca buku!" Amira memperingatkanku. Aku
mengangguk lalu membuka bukuku. Ku harap yang lain meninggalkan tempat
ini. Tapi setelah waktu berlalu.. beberapa anak malah asik mengobrol
bersama Amira. Akupun berniat meninggalkan tempat ini, namun kemana?
Lagi-lagi aku memandang sekelilingku. termasuk belakangku. Hingga tak
sengaja ku lihat lengan sofa dari balik pintu kaca. Aku tertarik,
Akhirnya aku bergerak lalu duduk ditempat tersebut.
Tapi setelah duduk,
mataku dibuat terpesonaoleh pemandangan pekarangan belakang. keadaannya
hampir sama dengan halaman depan; pohon hijau, rerumputan hijau,
batang-batang kecil yang berserakan diatasnya.. dan.. sebuah taman
anak-anak yang terlihat ramai.
Ada begitu banyak permainan ditempat tersebut. Salah satunya ayunan yang tergantung di batang pohon kayu.
Sayup-sayup mataku
menangkap keberadaan Vaad diantara anak-anak tersebut. Iapun terlihat
bahagia diantara beberapa anak seusianya.
" Baca bukumu!" Suara
seseorang menepuk otakku. Akupun segera mencari suara itu yang berasal
dari seorang gadis berambut pirang panjang. Lalu duduk disampingku tanpa
permisi.
Aku membuka buku. Lalu berniat membaca paragraf pertama. tapi tak sempat, suara yang sama membangunkan dengan kalimat lain.
" Hei.. aku suka rambut
pendekmu!" Gadis itu menyentuh rambutku. Aku memotongnya sebahu sebelum
pindah. itu bukan ritual khusus untuk meninggalkan kota. hanya.. aku
muak dengan rambut sepunggungnya. tepatnya aku ingin gaya baru.
Aku mengangkat kedua
alisku sekilas—rasanya masih mengejutkan mengetahui seseorang menyukai
gaya rambut yang jarang dipakai anak seusiaku. tapi " Thanks." jawabku
sembari menoleh. Aku terperajat, Gadis itu memiliki mata hijau. Hmm,
Dari warna-warna yang ia miliki, sepertinya dia bukan orang indonesia.
" Ngomong-ngomong aku
Vimber Fatimah." ia menjulurkan tangan. Bahasa indonesianya terdengar
fasih. Lalu mengubah tebakanku tentang dirinya.
" Aku Arzalea Aryanti." ku tanggapi tangannya.
" kau orang baru ya?" dugaannya tepat. Memangnya kelihatan sekali? Seakan aku menuliskan kata 'aku orang baru' didahiku.
Aku mengangguk.
" Kau sekolah dimana? " tanyanya.
" SMP 1."
" sayang ya.. aku di SMP 12." Gumamnya.
" Hey.. apa kau sudah
pernah ke alun-alun kota?" tanya Vimber kembali. Dari pertanyaannya yang
cepat, sepertinya dia orang yang mudah bergaul dengan siapapun. Ku rasa
lebih baik bertemu seorang sepertinya, ketimbang seorang sepertiku yang
tak banyak bicara. Bagaimanapun aku perlu teman. Akan jadi petualangan
yang hebat bila baru dua hari menginjakkan kaki ke kota antah berantah
ini.. tiba-tiba mendapatkan teman.
Hanya beberapa detik
kemudian, Kami mulai saling menceritakan beberapa hal.. seperti asal
usul keluarga kami, perbandingan antara kotaku dan antah berantah ini,
serta berbagai hal mengenai selera kami masing-masing. Kebanyakan
bertolak belakang. Tapi menyenangkan mengobrol bersamanya.. Nyaris
menyihirku memusatkan perhatian kepadanya. Bahkan lupa membuka satu
lembar bukupun sampai waktu membaca telah habis.
" Aku belum membaca
selembarpun." Bisikku pada Vim yang duduk disebelahku. kami sudah
kembali ke meja panjang perdebatan sekarang. Ahh perdebatan? sepertinya
terlalu ngeri.
" Kau harus pandai
mengatur kalimat, untuk memenangkan segalanya." hanya itu jawaban
konyolnya yang tak membantu sama sekali. Hingga pada akhirnya si
pengarah wanita cerewet tadi datang. Maksudku si Amira.
" Hmm.. untuk pembuka
diskusi ini.. Ku rasa kita ingin mendengarkan pendapat gadis cantik yang
baru bergabung dengan kelompok kita.. Aaa.." Ia sulit mengeja namaku.
Lalu matanya menengok ke buku tebalnya yang diatasnya dilapisi kertas
kecil. " Arzalea..?" tanyanya sembari menatapku. Aku menggangguk dengan
gugup. Aku tak tahu harus mengatakan apa. Aku bahkan tak mengerti satu
katapun tentang cerpen yang ia bagikan tadi. Lalu ku tengok sinopsis
sederhana dibalik buku yang ku taruh didepanku.
Adwa Ramora seorang
pelukis cilik yang berteman dengan seorang pemulung bernama Santiara..
yang ternyata menderita kanker paru-paru.
" Hmm.. sebenarnya
Arzalea sudah menceritakan pendapatnya padaku sejak tadi, tengorokannya
bahkan hampir kering." Vim menoleh padaku. aku menatapnya hati-hati.
tapi dari gerak-geriknya, Vim sepertinya tengah menggunakan keahliannya
mengatur kalimat. " Ia menyukai ceritanya." Aku menggeleng menatap Vim.
" ya.. itu cerita yang
bagus." responku yang tak mengerti apapun. Aku terlalu tolol mengarang
cerita secara spontan. Tapi tidak dengan Vim. Akupun dibuat terngangak
oleh ucapannya yang tak dapat ia mengerti bahkan untuk dirinya sendiri.
Setiap harinya seperti
ini. Vim selalu mengajakku bercanda atau bercerita. Ia terpaksa
mengikuti kegiatan kelompok pembaca sejak setahun lalu, dikarnakan nilai
ulangannya yang tak pernah membaik. Tapi dia dapat uang jajan sepuluh
ribu setiap mengikuti kegiatan ini. Itu adil untunya, tidak adil
untukku. Aku harus melewatkan satu jam setengah setiap hari, setiap
pukul setengah 4 sampai setengah 5, dengan hal yang tak ingin ku
lakukan.
Seminggu kemudian Ibu
berkerja diperpustakaan. Tak tahu bagaimana ia mendapatkannya. Ia hanya
mengikuti jadwalku setiap hari, Lalu membaca banyak buku, dan tiba-tiba
dapat pekerjaan.
Sekolahku.. akh
memalukan untuk diceritakan. Aku menjadi pusat perhatian sejak hari
pertamaku, bahkan saat itu aku lupa membawa ikat pinggangku. Tentu tidak
ada yang membahas itu. Mereka lebih tertarik dengan parasku yang
rupawan dari perpaduan mum dan ayah. Tapi sayangnya tidak satupun yang
menarik disekolah baruku. Tentu orang-orang baik padaku.. tapi aku tidak
sebaik itu dalam hal bergaul. Akhirnya ketololanku membuatku
menceritakan banyak hal pada teman kelasku yang mau duduk mendengarkan
ceritaku. Termasuk ketika teman lamaku memintaku menjaga rahasianya yang
memiliki pacar, Mereka pernah berpegangan tangan sekali. Aku berjanji
padanya tak akan memberi tahu siapapun, tapi malah ku ceritakan pada
teman kelasku yang baru. Meski tanpa menyebutkan namanya.
Aku pikir tak masalah menceritakan rahasia seseorang pada orang yang tidak mengenalnya. Tapi aku salah.
Ku kira sikapku yang
menceritakan banyak hal itu akan membuatku dekat pada teman-teman
kelasku. Namun sayangnya malah menjauhkan mereka.. seakan aku seperti
anak yang tidak bisa menjaga rahasia.
Sejak saat itu, aku
selalu tutup mulut, tak ingin lagi menjadi siapapun selain diriku. Meski
aku akan dikenal sebagai perempuan cuek, sombong, tak terlalu peduli,
angkuh, atau terserahlah. Tak masalah. Aku tak mau keluar dari diriku.
lagi.
Tags:
Tertanda
0 komentar